Bengkulu – Kampanye percepatan penurunan stunting bersama Komisi IX DPR-RI dan Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bengkulu, pada akhir pekan kedua November dengan menyasar salah satu kampung nelayan di Kecamatan Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, dimana terdapat sebanyak 1.979 keluarga (KK) berisiko stunting.
Hadir pada sosialisasi tersebut, antara lain Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bengkulu, Rusman Efendi, anggota Komisi IX DPR-RI dapil Bengkulu, Elva Hartati, Wakil Bupati Bengkulu Selatan, Rifa’i Tajudin, Kepala Dinas DP3 APPKB Bengkulu Selatan, Fery Kusnadi, Kepala Desa Ketaping, Aprino Maryogi dan unsur pemerintahan desa setempat.
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bengkulu Rusman Efendi, Minggu (13/11/2022) mengatakan, ditujunya kampung tersebut sebagai sasaran kampanye merujuk hasil Pendataan Keluarga (PK-21) yang merilis ratusan keluarga dengan kondisi sosial rendah. Meliputi keluarga tidak memiliki sumber air minum yang layak sebanyak 183 KK, tidak memiliki jamban 93 KK, dan sebanyak 500 KK tak miliki rumah tidak layak huni.
Ia mengatakan, untuk menekan potensi terpaparnya masyarakat terhadap risiko stunting dengan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan lingkungan. Sebab, salah satu penyumbang stunting adalah lingkungan yang tidak sehat.
“Untuk menciptakan lingkungan yang baik, maka diperulukan sosialisasi perubahan perilaku. Terwujudnya lingkungan yang sehat melalui tersedianya jamban yang sehat dan air bersih layak konsumsi. Dengan demikian, masyarakat akan terhindar terpapar stunting,” ujarnya.
Ia mengaku optimis prevalensi stunting di daerah ini dapat ditekan. Pasalnya dengan memperhatikan dukungan semua elemen tampak konsisten mulai dari aksi tim percepatan penurunan stunting (TPPS) kabupaten, kecamatan hingga pemerintah desa.
Potret Kecamatan Manna dengan jumlah penduduk tercatat sebanyak 4.223 keluarga, pasangan usia subur (PUS) 2.680 dan sebanyak 487 ibu dengan status pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP). PUS melahir berisiko pada usia muda di bawah 20 tahun terdapat 20 orang, terlalu tua di atas usia 35 tahun mencapai 1.393, terlalu dekat jarak melahirkan sebanyak 64 orang, terlalu banyak anak lahir mencapai 982 orang.
Kondisi tersebut, selain berisiko terhadap kesehatan ibu dan bayi juga dinilai sebagai penyumbang kasus stunting di Kabupaten Bengkulu Selatan, yang masih tergolong tinggi. Sedangkan diluar toleransi WHO sebesar 20 persen. Berdasarkan hasil studi status gizi Indonesia (SSGI) 2021 mencapai 20,8 persen.
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR-RI, Elva Hartati didepan ratusan peserta kampanye stunting di Desa Ketaping menyebutkan perlunya pendidikan bagi anak-anak guna mencegah stunting dari sektor hulu.
Karena, kata Elva, melalui pendidikan mampu mencegah peristiwa nikah usia anak sebelum 21 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi remaja pria. Elva.
Pencegahan stunting, lanjut Elva, dapat dilakukan selain hindari nikah usia anak juga perlu diperhatikan oleh ibu hamil dengan meningkatkan pola asuh sejak janin dalam kandungan pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK).(irs)