Deputi BKKBN : Terlalu Muda Usia Melahirkan Berdampak Multi Risiko

oleh -314 Dilihat
Deputi BKKBN Pusat, Novian Andusti saat menyampaikan materi pada acara sosialisasi penurunan stunting di Desa Talang Tinggi, Kecamatan Ulu Manna, Bengkulu Selatan. Acara ini dihadiri anggota Komis IX DPR-RI, Elva Hartati.(Foto HB/Idris)
Deputi BKKBN Pusat, Novian Andusti saat menyampaikan materi pada acara sosialisasi penurunan stunting di Desa Talang Tinggi, Kecamatan Ulu Manna, Bengkulu Selatan. Acara ini dihadiri anggota Komis IX DPR-RI, Elva Hartati.(Foto HB/Idris)

Bengkulu- Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KS-PK) BKKBN Pusat, Novian Andusti mengatakan, terlalu muda usia saat melahirkan berdampak multi risiko, seperti anak lahir stunting, kematian bayi hingga risiko kematian ibu.

Untuk membebaskan keluarga Indonesia dari beberapa risiko tersebut, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melalui Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga memiliki tanggung jawab dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Dalam UU 52/2009, definisi Keluarga Berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Hal tersebut diungkapkan Novian Andusti pada acara promosi dan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) percepatan penurunan stunting wilayah khusus Kampung Keluarga Berkualitas Desa Talang Tinggi, Kecamatan Ulu Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, Jumat, (10/11/2023).

Dijelaskan, BKKBN mengembangkan konsep “4 Terlalu”, yakni terlalu muda saat melahirkan, dimana usia pasangan kurang dari 21 tahun, terlalu tua usia saat melahirkan dengan cara mengurangi resiko kehamilan dimana sebaiknya usia ibu diatas 35 tahun untuk tidak hamil dan melahirkan kembali.

Selanjutnya terlalu dekat jarak melahirkan, pengaturan jarak kehamilan minimal 2 tahun, dan terlalu sering atau banyak anak, banyak memiliki anak diperlukan pengaturan melalui Keluarga Berencana (KB).

Meski stunting bukan sebuah penyakit pada bayi, tetapi peristiwa tubuh kerdil itu cukup berbahaya dalam sebuah pembangunan bangsa. Dimana, stunting menjadi hambatan masa depan anak bangsaa, kata mantan Sekdaprov Bengkulu ini, dihadapan sekitar 350 orang peserta sosialisasi penurunan stunting di Desa Talang Tinggi, Kecamatan Ulu Manna, Provinsi Bengkulu.

“Bahaya stunting, selain dengan fisik pendek anak tersebut juga mudah sakit-sakitan serta nantinya pada saat usia dewasa tidak bisa bersaing,” kata Nopian.

Kecamatan Ulu Manna yang berpenduduk mencapai 8.283 jiwa tersebar pada enam wilayah desa. Salah satunya yaitu Desa Talang Tinggi dengan populasi penduduk 354 kepala keluarga (KK) 1.300 jiwa. Wilayah tersebut berbatasan langsung dengan Kecamatan Tanjung Sakti, Pagar Alam, Provinsi sumatera Selatan.

Tidak sedikit strategi yang diambil oleh masyarakat dalam pencegahan potensi lahirnya bayi tubuh kerdil alias stunting kata Nopian. “Pencegahan stunting dimulai sejak janin dalam rahim atau kandungan. Melalui pengasuhan dan pemenuhan asupan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan, ujarnya.

Pencegahan stunting dari hulu melalui pendekatan terhadap remaja, calon pengantin. Pencegahan stunting sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Remaja putri dapat melakukan pencegahan dengan mengonsumsi tablet tambah darah (TTD) sebanyak 1 tablet per minggu, melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit sehari serta menerapkan pola makan sesuai pedoman gizi seimbang, ujar Nopian.

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI, Elva Hartati menyebutkan, kegagalan untuk mencapai potensi pertumbuhan seseorang disebabkan oleh malnutrisi kronis dan penyakit berulang selama masa kanak-kanak. Hal ini dapat membatasi kapasitas fisik dan kognitif anak secara permanen dan menyebabkan kerusakan yang lama.

Meskipun kemiskinan berkontribusi terhadap gizi buruk, minimnya pengetahuan dan praktik pengasuhan anak dan pemberian makan anak yang tidak memadai juga turut menyebabkan tingginya angka gizi buruk.

Kesehatan ibu juga berperan penting. Banyak perempuan yang hamil saat usia remaja, tidak makan dengan benar selama kehamilan sehingga melahirkan bayi yang kecil atau berat badan rendah.

Untuk mengatasi persoalan tersebut perlu edukasi secara terus menerus kepada masyarakat untuk memahami pentingnya pendewasaan usia pernikahan, dimana bagi remaja putri 21 tahun dan pria 25 tahun. Pendewasaan median kawin pertama itu bagian dari pencegahan stunting,” demikian Elva. (irs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.