PKK Ajak Pemda Rejang Lebong Segera Diseminasikan Temuan AKS

oleh -253 Dilihat
Kepala BKKBN Bengkulu,Rusman Effendi bersama Ketua PKK Rejang Lebong, Hartini Syamsul sebelum menggelar rapat dikoordinasi di kantor DP3APPKB setempat.(Foto HB/Idris)
Kepala BKKBN Bengkulu,Rusman Effendi bersama Ketua PKK Rejang Lebong, Hartini Syamsul sebelum menggelar rapat dikoordinasi di kantor DP3APPKB setempat.(Foto HB/Idris)

Bengkulu- PKK adalah sebuah organisasi masyarakat yang didalamnya tergabung sekelompok istri aparatur sipil negara (ASN). Di Kabupaten Rejang Lebong, PKK sebagai mitra mengajak pemerintah daerah setempat untuk segera menggelar diseminasi hasil temuan audit kasus stunting (AKS) di daerah tersebut.

Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Rejang Lebong, Hartini Syamsul saat di kantor DP3APPKB pada rapat persiapan diseminasi hasil AKS mengatakan bahwa untuk menindaklanjuti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2022, telah dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penurunan Stunting dan Tim Audit Kasus Stunting (AKS) maka tanggung jawab berikutnya perlu didiseminasikan hasil temuan AKS tersebut.

Rapat persiapan diseminasi di kantor DP3APPKB itu, tampak hadir Ketua TP-PKK Rejang Lebong, Hartini Syamsul, Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bengkulu, Rusman Efendi didampingi Koordinator Bidang KB-KR, Zainin, Kepala Dinas DP3APPKB Rejang Lebong, Zulfan Effendi, dan sejumlah pejabat di lingkup DP3APPKB setempat.

Hartini Syamsul kepada wartawan mengatakan, di Rejang Lebong telah dilaksanakan audit kasus stunting oleh tim pakar sebanyak dua kali. Hasil temuan perlu segera didiseminasikan agar mendapatkan langkah dalam rencana tindak lanjutnya,” kata Hartini Syamsul, kepada pewarta di Curup, Kamis, (3/11/2022).

Melalui diseminasi itu, kata Hartini, pihaknya dapat mendesak pemerintah untuk mengintervensi instansi teknis atas temuan tim AKS. Pihaknya Kita akan memantau instansi terkait untuk mengintervensi berdasarkan perannya masing-masing.

Dijelaskan, di Kabupaten Rejang Lebong ada 12 puskesmas induk di dan sebanyak 12 PKM sebagai objek pantauan intervensi keluarga berisiko stunting. “Langkah awal ini akan kita pantau fasilitas kesehatan (faskes) Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) untuk mengitervensi hasil AKS, seperti ibu hamil, ibu menyusui atau keluarga berisiko stunting”.

Dikatakan Hartini, perlunya penanganan stunting secara kolaboratif agar semua pihak mendapatkan strategi masing-masing berdasakan perannya. Sehingga mempercepat terjadinya penurunan kasus kekerdilan pada bayi.

Sebab stunting amat membahayakan perkembangan anak. Stunting bukan hanya mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak secara fisik, tapi juga perkembangan lainnya.

Atasi Persoalan Stunting

Kepala Perwakilan BKKBN Bengkulu, disaat yang sama menyampaikan bahwa di Provinsi Bengkulu telah berlangsung AKS di beberapa kabupaten dan kota. Hasil temuan tim pakar itu akan mengatasi persoalan stunting dan potensi jika ditindaklanjuti dengan diseminasi.

Untuk membantu penyelesaian masalah kasus stunting segera digelar diseminasi bersama pemerintah daerah, diantaranya Ketua TPPS, kabupaten dan kota hingga Ketua TPPS kecamatan. Hal itu perlu dipaparkan agar TPPS mengetahui penyebab dan mengambil langkah-langkah penyelesaian potensi dan risiko stunting, ujar Rusman.

Melalui kerja klaboratif ini diyakini mampu menekan kasus maupun potensi risiko stunting di Bengkulu yang masih terbilang tinggi sebesar 22,1 persen, harapnya.

Sementara itu, Program Manager Bidang Program dan Kegiatan Satgas Stuting, Rahmat Hidayat mengatakan AKS melibatkan tim teknis dan pakar. Hasil audit dari tim tersebut perlu ditindaklanjuti dengan diseminasi.

Diseminasi adalah sebuah proses rencana tindak lanjut hasil temuan AKS yang dilakukan oleh tim pakar melalui pemaparan dan penyebarluasan hasil audit. Tim pakar sendiri terdiri dari dokter spesialis anak, kesehatan masyarakat, spesialis gizi yang bekerjasama dengan tim teknis.

Dari hasil AKS di Kabupaten Rejang Lebong ditemukan penyumbang potensi risiko stunting dominan lingkungan yang tidak sehat, seperti ketersediaan jamban, sanitasi yang tidak layak, perokok pasif dan didukung oleh faktor dominan lainnya yaitu penyakit penyerta, salah satunya seperti terdapat keluarga mengidap penyakit paru-paru, HIV AIDS, ujar Dayat.

Catin perempuan usia 16 tahun karena usia ibu yang terlalu muda dan berisiko tinggi karena terpapar asap rokok (perokok pasif). Kemudian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Riwayatnya hanya diberi ASI / belum di beri PMT. Bayi tidak pernah sakit /dirawat dari lahir sampai sekarang (dalam kondisi sehat). Tetapi, ayah bayi merupakan perokok aktif berisiko tinggi demikian hasil AKS di Kabupaten Rejang Lebong, sebut Dayat.(irs)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.