Bengkulu- Wakil Gubernur (Wagub) Bengkulu Rosjonsyah mengatakan, Satuan tugas (Satgas) Stunting di daerah ini untuk lebih meningkatkan lagi koordinasi dengan pemerintah daerah (pemda), khususnya Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) baik tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota di provinsi ini.
Koordinasi lintas lembaga ini dilakukan untuk menyasar target penurunan stunting 2024. Berkoordinasi, bersinergi bersama pemerintah daerah dan Forkompimda menggandeng unsur Forkompimda sebagai bapak asuh anak stunting (BAAS).
Bapak asuh anak stunting adalah tokoh yang empati terhadap kondisi keluarga yang berisiko stunting. Penanganan percepatan penurunan stunting akan berhasil bilamana didukung dari semua stakeholder terkait dan kelompok pentahelix.
“Target Pemerintah Provinsi Bengkulu penurunan stunting pada tahun 2024 sebesar 12,55 persen atau dibawah nasional 14 persen. Saat ini (SSGI-2022) prevalensi stunting masih sebesar 19, 8 persen. Untuk meraih target yang telah disepakati maka semua pihak mengambil peran guna mencegah lahirnya stunting baru,” kata Wagub Bengkulu, saat diskusi strategi percepatan penurunan stunting 2024 di Ruang Rafflesia Setdaprov Bengkulu, Jumat (12/1/2024).
Diskusi dengan tema pembahasan utama tentang progres TPPS 2023 dan rencana kerja 2024 itu, hadir Sekretaris Utama (Sestama) BKKBN Tavip Agus Rayanto, Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri, Kepala Bappeda Bengkulu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, Herwan Antani, Dinas PPAPPKB, Tim Kerja TPPS serta Tim Satgas Stunting Provinsi Bengkulu.
Wagub menjelaskan, awal tahun ini TPPS segera menyusun agenda kerja triwulan I tahun 2024 dengan “Rakerda Program Bangga Kencana dan Penurunan Stunting, Rembuk Stunting dan Musrenbang Tingkat Provinsi Bengkulu, Rakor Forkopimda terkait penanganan stunting dan Kemisknan Ekstrem, dan Penilaian kinerja pemerintah daerah kabupaten dan kota dalam pelaksanaan 8 aksi konvergensi, sebut Rosjonsyah.
Sestama BKKBN Tavip Agus Rayanto mengapresiasi kinerja Pemprov Bengkulu dalam penanganan kasus tubuh kerdil alias stunting di daerah itu. “Bengkulu merupakan salah satu daerah penyumbang penurunan stunting di tanah air. Dimana dapat dilihat dari hasil SSGI 2022 telah berada pada posisi 19,8 persen mengalami penurunan sebesar 22,1 persen pada tahun sebelumnya (SSGI-2021).
Menurut Tavip, stunting masih dominan terjadi di masyarakat pedesaan yang disebabkan oleh multi faktor mulai dari aspek kesehatan, perilaku pengasuhan tidak sehat dan masih banyaknya kendala di pemerintahan desa dalam pengalokasian dukungan anggaran PPS dari Dana Desa. “Pemerintahan desa belum memprioritaskan pemberdayaan masyarakat untuk mencegah stunting, akan tetapi masih fokus pada pembangunan infrastruktur,” kata Tavip.
Sementara itu, Sekdaprov Bengkulu Isnan Fajri mengimbau agar segenap tim PPS provinsi dan kabupaten untuk mensinergikan anggaran dan aksi nyata penanganan stunting. Hilangkan egosektoral sehingga dapat mengatasi persoalan stunting secara bersama-sama seperti yang telah dituangkan dalam Perpres Nomor 72 tahun 2021, pintanya. Melalui aksi secara bersinergi, kolaborasi, maka dengan anggaran yang secukupnya sasaran dapat dicapai.(ids)