BADAN Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melalui amanat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Kualitas penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan non fisik yang meliputi derajat kesehatan, pendidikan, pekerjaan, produktivitas, tingkat sosial, ketahanan, kemandirian, kecerdasan sebagai ukuran dasar untuk mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang bertakwa, berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan dan hidup layak.
Terwujudnya keluarga-keluarga muda yang berkualitas menjadi kunci suatu bangsa untuk besar dalam meraih Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) 2030 yang terdapat 17 tujuan dari SDGs.
SDG’s bertujuan untuk menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang inklusif dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga kualitas kehidupan generasi mendatang.
SDGs/TPB yang berisi 17 tujuan yang harus dicapai menjadi komitmen bersama untuk mencapai kesejahteraan masyarakat sekaligus tetap melestarikan lingkungan. Di antaranya adalah dengan mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk dimanapun atau end poverty in all its forms everywhere. Tujuan ini menjadi tema pembangunan dan menjadi agenda utama dan berkelanjutan yang melatari berbagai tujuan pembangunan lainnya seperti infrastruktur, pariwisata, pangan, energi dan lain-lain.
“Untuk mencapai visi dan target SDGs 2030, kita harus mengupayakan agar keluarga-keluarga muda tumbuh berkualitas, sebab itu adalah kunci Indonesia Emas atau 100 Tahun Indonesia Merdeka. Makanya pembangunan keluarga adalah pondasi utama tercapainya kemajuan bangsa”, kata Deputi Bidang KS-PK BKKBN, Nopian Andusti saat menjadi keynote speech pada Review Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting (PPS) 2023 di Provinsi Bengkulu, Selasa, (17/10/2023).
Pada telaah program bangga kencana dan PPS bersama mitra, selain Deputi KSPK BKKBN Nopian Andusti, hadir Wakil Gubernur Bengkulu Rosjonsyah serta mitra kerja dari beberapa istansi di lingkup penyelenggara program pembangunan keluarga kependudukan dan keluarga berencana (Bangga Kencana) serta stunting. Tahun 2025 – 2035 merupakan fase puncak periode bonus demografi yang harus terus dikapitalisasi.
Keluarga sehat, produktif, dan berkualitas adalah tujuan dari program Bangga Kencana menuju Indonesia Emas 2045. Generasi Milenial dan Post-Milenial adalah sasaran utama Program Bangga Kencana, dan pola
komunikasi harus berubah.
Program Bangga Kencana bukan semata-mata KB, namun membangun keluarga secara utuh dalam berbagai dimensinya, persoalan stunting masih menjadi problem bagi keluarga Indonesia. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting yang merupakan sebuah regulasi yang menginstruksikan BKKBN sebagai ketua penyelenggara program penanganan stunting.
Ada beberapa hal berikut ini yang menjadi Capaian Indikator Program Bangga Kencana Provinsi Bengkulu tahun 2023. Tiga indikator utama berikut ini sangat dipengaruhi oleh keberhasilan Program Bangga Kencana, yaitu Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi dan Angka kematian Balita.
Jika dibandingkan dengan angka nasional, kematian ibu di Provinsi Bengkulu masih lebih rendah. Namun, angka kematian bayi dan balita masih diatas angka nasional seperti prestasi pada bidang kesehatan yaitu angka Kematian Bayi di Bengkulu sebesar 19,73 persen sedangkan nasional di 16,85 persen; Angka Kematian Balita di Bengkulu 23,38 persen, sedangkan nasional 19,83 persen.
Pada tahun 2022 lalu parameter capaian indikator–indikator program Bangga Kencana di kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu seperti total fertility rate (TFR) Provinsi Bengkulu di angka 2.30 belum mencapai target nasional (2.21) dan target provinsi (2,17).
Untuk kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu secara umum tidak mencapai target. Hanya Kota Bengkulu, Kepahiang dan Rejang lebong yang berhasil mencapai angka 2,21. Ini menunjukkan bahwa TFR pada provinsi ini masih harus diturunkan.
Sementara untuk Age-Specific Fertility Rate (ASFR) atau kelahiran pada kelompok remaja kelompok usia 15 – 19 tahun pada 2022 sebesar 38,17 dan belum mencapai target nasional (21) maupun target provinsi (32). Pola Peta ASFR 15-19 Kab/Kota Provinsi Bengkulu hampir mirip dengan Pola TFR dimana secara umum belum mencapai target.
Hanya Kota Bengkulu yang berhasil mencapai target tahun 2022. Ini menunjukkan bahwa program-program untuk menurunkan angka kelahiran pada perempuan usia 15-19 tahun di provinsi ini harus secara intensif dilakukan. Melahirkan terlalu dini dapat menimbulkan risiko bagi ibu dan bayinya, serta meningkatkan berbagai risiko kesehatan dan pertumbuhan anak seperti stunting.
Pada Median Usia Kawin Pertama (MUKP) Provinsi Bengkulu pada tahun 2022 masih pada angka 20,05 dan belum mencapai target nasional maupun provinsi. (Target nasional 22, target provinsi 21.0). Capaian MUKP di tingkat kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu sama seperti indikator lainnya yaitu sebagian besar tidak mencapai target.
Hanya Bengkulu Selatan yang berhasil mencapai target 2022 dan Kota Bengkulu sudah mencapai target untuk tahun 2024. Oleh karenanya Program Pendewasaan Usia Perkawinan perlu menjadi prioritas pada provinsi ini, ujar Nopian.
“Berbeda dengan pola indikator lainnya, pada Provinsi Bengkulu kesertaan ber-KB modern (mCPR) justru sangat mengembirakan dimana hampir seluruh kabupaten dan kotanya telah mencapai target tahun 2022 (Target Nasional 62,54, Target Provinsi 65.90).
Kabupaten yang tertinggi capaian mCPRnya yaitu Kabupaten Lebong, Kabupaten Seluma dan Kabupaten Rejang Lebong. Hanya Kota Bengkulu yang memiliki pencapaian mCPR dibawah target tahun 2022. Oleh karena itu, untuk Kota Bengkulu harus lebih digiatkan lagi agar dapat mencapai target dimasa mendatang.
Prevalensi balita stunting per kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu pada tahun 2022 dari 10 kabupaten/kota, delapan diantaranya capaiannya masih di atas capaian provinsi. Angka tertinggi di Kabupaten Kepahiang (24,9 persen) dan Bengkulu Selatan (23,2 persen). Hanya dua yang sudah jauh di bawah angka provinsi, yaitu Kabupaten Kaur (12,4 persen) dan Kota Bengkulu (12,9 persen).
Dalam upaya pencegahan stunting dari hulu, BKKBN telah melakukan MoU dengan Kementerian Agama terkait Pemeriksaan Kesehatan tiga bulan sebelum menikah dan menginput hasil pemeriksaan kesehatan
tersebut kedalam aplikasi Elsimil.
Namun berdasarkan data Elsimil BKKBN dan SIMKAH Kementerian Agama sampai 31 September 2023, dari 1.143 pasangan calon pengantin di Provinsi Bengkulu hanya 613 pasangan yang mengisi Elsimil atau hanya 53,6 persen. Perlu menjadi catatan bahwa terdapat 6 kabupaten dan kota yang masih di bawah 50 persen yakni Kabupaten Lebong, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Kepahiang dan Kota Bengkulu.
Wakil Gubernur Bengkulu Rosjonsyah sekaligus Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Bengkulu pada reviu Bangga Kencana dan PPS kemarin meyinggung persoalan stunting yang masih menyisakan persoalan serius dalam pembangunan kependudukan. Karena, kasus tubuh kerdil tersebut masih berada pada angka 19,8 persen. Dan harus bekerja keras untuk menyasar target pada 2024 sebesar 12,55 persen.
Persoalan stunting merupakan satu di antara persoalan bangsa indonesia, baik menyangkut kesehatan, pendidikan dan ekonomi maupun sosial budaya sehingga cita-cita bangsa menjadikan tahun 2045 sebagai indonesia emas dengan memanfaatkan bonus demografi mendapat tantangan yang lebih besar.
Hadirnya BKKBN melalui program bangga kencana dengan tagline-nya “berencana itu keren” kiranya dapat menjadi gaya hidup yang baik bagi keluarga di provinsi bengkulu dan memberikan kontribusi sangat penting terhadap visi dan misi pembangunan provinsi bengkulu, sehingga harapan saya pada tahun 2025 dapat terwujud provinsi bengkulu yang maju, sejahtera, dan hebat”.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, jumlah penduduk Provinsi Bengkulu sebesar 2.032.942 jiwa dengan tingkat laju pertumbuhan penduduk 1.48 persen. Jumlah penduduk tertinggi pada generasi “Z” atau penduduk yang lahir tahun 1997–2012 atau perkiraan umur saat ini 8–23 tahun atau sebesar 28,94 persen.
Urutan kedua generasi milenial penduduk yang lahir tahun 1981–1996 dengan perkiraan usia 24–39 tahun sebesar 26,66 persen. Kedua generasi dengan jumlah terbesar ini merupakan aset pembangunan yang harus kita perhatikan agar puncak bonus demografi tahun 2020–2025 dapat menjadikan bengkulu maju dan menuju Bengkulu Emas tahun 2045.
Iqbal Apriansyah menyebutkan reviu dilaksanakan untuk mengevaluasi pelaksanaan program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2023. Dan untuk mengevaluasi capaian indikator kinerja setiap unit komponen pelaksana kegiatan pada 2023.
Dalam mendukung percepatan penurunan stunting dan program Bangga Kencana paada telaah tahun ini disepakati kerjasama dengan beberapa lembaga mitra kerja. Diantaranya “Menandatangani MoU dengan Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) Bengkulu, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Bengkulu, Asosiasi Klinik Indonesia (ASKLIN).(HB/Idris Chalik)