Masyarakat Adat Minta Pemerintah Terbitkan Larangan Budidaya Sawit di Pulau Enggano

oleh -43 Dilihat
Para kepala suku di Kecamatan Enggano, Bengkulu Utara menggelar aksi demo menolak tanaman kelapa sawit di wilayah ini karena mengancam kerusakan lingkungan dan krisis air di pulau terluar ini kedepan.(Foto/Aman)
Para kepala suku di Kecamatan Enggano, Bengkulu Utara menggelar aksi demo menolak tanaman kelapa sawit di wilayah ini karena mengancam kerusakan lingkungan dan krisis air di pulau terluar ini kedepan.(Foto/Aman)

Bengkulu- Seluruh komunitas adat Pulau Enggano meminta pemerintah di Provinsi Bengkulu untuk memusnahkan seluruh tanaman sawit yang kini ada di Enggano. Alasanya, keberadaan sawit akan mengancam kelestarian pulau dan memicu perusakan hutan milik masyarakat adat.

Milson Kaitora, Paabuki atau Pimpinan Kepala Suku di Pulau Enggano mengatakan, saat ini lahan masyarakat di beberapa desa di Enggano, sudah banyak ditanami sawit. Bahkan, penanaman sawit ini sengaja didukung oleh sejumlah oknum aparatur pemerintahan desa setempat.

“Jadi, kami minta musnahkan seluruh sawit yang ada, baik bibitnya maupun yang sudah ditanam. Kami juga minta agar Bupati Bengkulu Utara menindak tegas siapa pun oknum pemerintah yang mensponsori penanaman sawit di Pulau Enggano,” kata Milson usai menggelar aksi bersama seluruh kepala suku di Kantor Kecamatan Enggano, Senin, (1/9/2025).

Sebagai pulau terluar, lanjut Milson, kelestarian dan perlindungan terhadap kawasan hutan milik masyarakat adat di Pulau Enggano harus menjadi prioritas. Sebab, hampir seluruh masyarakat menggantungkan hidupnya dari hasil hutan dan pertanian.

Dengan keberadaan tanaman sawit di Pulau Enggano, maka potensi krisis air dan kerusakan ekologis dari pulau yang dihuni lebih dari 4.000 jiwa ini akan lebih cepat meluas dan mengancam kehidupan mereka.

“Karena itu, kami mendesak pemerintah segera keluarkan aturan larangan menanam sawit. Baik untuk individu atau pun perusahaan,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Harapan Baru News.com, Senin (1/9/205).

Sementara itu, Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Enggano, Mulyadi Kauno mengatakan, sejak 2009 masyarakat adat Enggano sudah menyepakati larangan penanam sawit di pulau itu.

Kesepakatan itu, bahkan telah ditandatangani oleh seluruh kepala suku dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu. Namun demikian, sejak 2016, mulai ada beberapa warga pendatang yang menanami sawit di lahan mereka. “Bibitnya dibagikan gratis oleh oknum. Katanya akan ada perusahaan sawit nanti mau dibangun,” kata Mulyadi.

Sialnya lagi, lanjut Mulyadi, para perangkat desa di Enggano, justru membiarkan penanaman sawit. Malah, pada tahun 2022, Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD) di Enggano justru mengirimkan surat untuk permohonan izin ke pemerintah pusat agar rencana investasi dari PT Sumber Enggano Tabarak yang bergerak dalam investasi perkebunan sawit untuk beroperasi di Pulau Enggano.

“Luas lahan yang diajukan 15.000 hektare. Dalam sosialisasinya ke masyarakat justru difasilitasi oleh para kepala desa yang ada di Kecamatan Enggano,” tambah Mulyadi.

Atas dasar tersebut, tambahnya demi kepentingan kehidupan masyarakat adat Enggano dan keberlanjutan wilayah adat Enggano yang kini mulai tergerus akibat perambahan, ia mendukung agar ada upaya serius dari pemerintah soal sawit di Pulau Enggano. “Buat aturan larangan sawit, dukung kami. Pulau ini masih panjang umurnya, jangan sampai rusak karena kepentingan segelintir,” kata Mulyadi.

 

Editor : Usmin

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.