Bengkulu-Direktur Walhi Bengkulu, Abdullah Ibrahim Ritonga mengemukakan pemerintah harus bertanggungjawab serta hadir dalam menangani dampak buruk dari usaha tambak udang di Kabupaten Kaur.
Ibrahim mengemukakan, dampak buruk tambak udang, seperti kerusakan terumbu karang, pencemaran air sungai dan laut telah menjadi persoalan mendesak yang menimpa masyarakat Kabupaten Kaur.
“Persoalan tambak udang di Kabupaten Kaur sebenarnya sudah lama terjadi, kami menilai bahwa pemerintah Kabupaten Kaur seharusnya bisa melakukan evaluasi dan monitoring aktivitas tambak udang tersebut,” kata Ibrahim saat diwawancarai, Senin (2/9/2024).
Dalam pemantauan Walhi Bengkulu selama ini, katanya perusahaan perusahaan tambak udang yang ada di Kabupaten Kaur belum memiliki standar pengelolaan lingkungan berdasarkan regulasinya. Terbukti banyak perusahaan tambak udang di Kabupaten Kaur telah menimbulkan dampak buruk terhadap sosial, ekonomi dan lingkungan.
“Walhi menemukan pada 2022 ada perusahaan tambak udang melakukan pengerusakan terumbu karang. Kami laporkan ke Polairud Polda Bengkulu dan kementerian namun sampai sekarang tak ada jawaban atas laporan itu,” ujar Ibrahim.
Sebelumnya diberitakan warga Kabupaten Kaur mengeluhkan sejumlah kegiatan buruk aktifitas tambak udang di Kabupaten Kaur. Warga mengeluhkan pembuangan limbah ke sungai dan laut akibatkan matinya ikan serta berkurangnya ikan di tepian pantai.
Selain itu warga keluhkan payaunya air sumur yang biasa digunakan untuk MCK dann air minum di sekitar aktifitas tambak udang.
Kewenangan dan Infrastruktur Lemah
Sementara itu Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Kaur, Roby Antoni, menyatakan dalam catatan pihaknya terdapat 32 tambak udang di Kabupaten Kaur memanjang di sepanjang pesisir daerah itu.
Terdapat 100 hektar kolam efektif. Sementara masih ada 367 hektar kawasan potensi tambak. Disebutkannya dalam satu tahun setidaknya 4.000 ton udang dihasilkan dari Kabupaten Kaur sialnya udang tersebut dikirim ke Provinsi Lampung lalu diekspor artinya Provinsi Bengkulu tidak mendapatkan keuntungan ekspor udang.
“Semua tambak udang di Kabupaten Kaur, Bengkulu, dikirim ke Lampung lalu dikemas lagi selanjutnya ekspor atasnama Provinsi Lampung. Kaur dan Bengkulu tidak mendapat apa-apa,” jelasnya.
Kondisi ini terjadi diakibatkan masih lemahnya infrastruktur terutama pembangkit listrik sebab dibutuhkan tegangan listrik tinggi untuk mengolah lebihlanjut.
Terkait keluhan masyarakat terhadap dampak buruk tambak, Roby Antoni mengemukakan pihaknya hanya menangani sisi perizinan serta administrasi. Sehingga masalah kualitas air laut, monitoring kerusakan terumbu karang, tidak bisa dilakukan pihaknya.
“kewenangan itu ada pada tingkat provinsi sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda. Kami pernah menegur memberikan SP 1 pada perusahaan yang tidak sesuai cara budidaya,” tegasnya.
Menyinggung pelanggaran sempadan pantai, Debi menyebutkan perubahan garis pantai sudah lama terjadi di Kabupaten Kaur sebelum puluhan perusahaan tambak masuk. terjadi abrasi dan sedimintasi antara 10 meter hingga 18 meter sejak tahun 2006 hingga 2016.
“Itu terjadi sebelum tambak ada. Data itu dihasilkan oleh penelitian Universitas Bengkulu yang dirilis tahun 2017,” ungkap dia.
Saat disinggung soal kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Debi mengatakan terhitung 1 Januari 2024 tidak ada lagi PAD dari sektor tambak. “UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) Nomor 1 Tahun 2024 dikeluarkan maka PAD tambak udang dihentikan,” beber dia.
Sebelum UU Nomor 1 Tahun 2024 ditetapkan Pemda Kaur mendapatkan PAD dari sector tambak udang sebesar Rp 1 miliar. Persoalan tambak udang di Kabupaten Kaur ibarat api dalam sekam. Warga terus berupaya mencari keadilan ekonomi, lingkungan hidup yang baik sembari berharap pemerintah dan perusahaan tambak dapat hidup berdampingan.(**)