GAJAH SEBELAT  DI BENGKULU, KOLONI  TERAKHIR BERJALAN PUNAH

oleh -354 Dilihat
Ilustrasi Gajah Sumatera (Foto/Ist)(
Ilustrasi Gajah Sumatera (Foto/Ist)(

Oleh: Firmansyah

ASAP sisa pembakaran pembukaan lahan kebun sawit ilegal masih mengepul dari pohon yang bergelimpangan, legam arang, matahari terik, tak ada lagi pohon-pohon tegak berdiri.

Sejauh mata memandang hutan tak ada lagi, hanya pohon roboh terbakar, deretan bibit sawit, pondok perambah, serta tanah kuning yang terbentuk saling menyambung dibuat menggunakan alat berat yang didatangkan para perambah di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, Desa Lubuk Talang, Kecamatan Malin Deman, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.

Ratusan pondok perambah terlihat kosong, Selasa (4/11/2025), informasi kehadiran Wakil Menteri Kehutanan, Rohmat Marzuki, ke hutan yang dirambah itu cepat tersebar. Ratusan perambah lintang pukang ambil langkah seribu selamatkan diri.

Pukul 10.00 wib, helikopter membawa Rohmat mendarat di hutan yang rusak parah seperti medan perang ditinggalkan prajurit.

Meski helikopter mendarat, Rohmat tak langsung turun, lama termenung, sebab sebelum mendarat ia dipertontonkan pemandangan udara yang memilukan, ribuan hektar hutan dirambah massal.

Paparan kondisi hutan, gajah dan harimau dibeberkan Kepala BKSDA Bengkulu, Himawan Sasongko, dan Kepala Balai Besar Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS), Haidir Asida, bergantian.

Kondisi TNKS hanya sedikit ditemukan perambahan, empat hektar berbatasan dengan HPT Lebong Kandis. “Ditemukan perambahan masuk ke TNKS sekitar empat hektar berbatasan dengan HPT Lebong Kandis,” kata Kepala Balai TNKS Haidir.

Di wilayah TNKS masih ditemukan indikasi keberadaan gajah liar berupa kotoran oleh petugas TNKS dan BKSDA. Kawasan TNKS, HP Air Ipuh I dan II, dan HPT Lebong Kandis, HP Air Dikit, HP Air Teramang, HP Air Rami, Sebelat, seluas 144.880 hektar merupakan kantong habitat gajah sumatera.

Namun kondisi paling pilu terjadi kerusakan di HPT Lebong Kandis, Hutan Produksi (HP) Air Rami, HPT Air Ipuh II, HP Air Teramang, HP Air Ipuh I. Hutan babak belur, jalur gajah rusak, koloni terpisah mengakibatkan proses perkawinan alami gajah terganggu. Ancamannya punahnya gajah sumatera di Bentang Sebelat, Bengkulu.

Kesimpulan akhir, gajah sumatera di Bentang Sebelat hanya tersisa 25 ekor. Saat ini di Bentang Sebelat teridentifikasi 25 ekor gajah, 10 ekor gajah jinak di Taman Wisata Alam (TWA) Sebelat, lima ekor gajah liar di HP Air Teramang, HPT Air Ipuh II dan HPT Air Ipuh I atau dikonsesi PT. Bentara Arga Timber (BAT).

Kemudian di HPT Lebong Kandis dan HP Air Rami atau dalam konsesi PT. Anugerah Pratama Inspirasi (API) terdapat enam ekor gajah liar, dan empat ekor gajah jantan liar.

“Total tersisa 25 ekor. Yang berada dalam dua koloni terpisah antara HP Air Ipuh II dan HP Air Rami terputus karena perambahan,” kata Wamen Rohmat.

Koloni Berjalan Punah

Direktur Lingkar Inisiatif Indonesia (LII), Iswadi, menyatakan, koloni gajah di Bentang Sebelat, Bengkulu, merupakan koloni terakhir.

Menurutnya, Provinsi Bengkulu, sebelumnya memilikk tiga kantong habitat gajah. Pertama di Kabupaten Rejang Lebong, Bukit Balai Rejang yang terkoneksi ke Kabupaten Lahat, Sumsel, dan masuk kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

Kedua, di Kabupaten Seluma juga terkoneksi ke TNBBS berbatasan dengan Lampung. Ketiga Bentang Sebelat. “Tahun 2016 dua kantong habitat gajah dinyatakan hilang. Hanya tersisa di Bentang Sebelat,” jelas Iswadi.

Penyebab hilangnya dua kantong habitat di Bengkulu didominasi perambahan hutan, perburuan dan lainnya.

Mati Diracun dan Tetanus

Di Bentang Sebelat, kata Iswadi, gajah liar tersisa sangat sedikit. Massifnya perambahan hutan menjadi kebun sawit ilegal merupakan musuh utama gajah.

“Kawasan hutan yang rusak ribuan hektar itu merupakan wilayah lintasan gajah, lintasan itu digunakan gajah untuk kawin, mencari garam (salt licking) atau penggaraman yang dibutuhkan gajah,” kata dia.

Ia tambahkan, gajah membutuhkan proses penggaraman untuk mineral, daya tahan tubuh, biasanya terdapat di pesisir laut, kawasan mangrove, atau lokasi tertentu.

“Maka lintasan gajah biasanya bermuara di pesisir laut. Nah, celakanya di Bentang Sebelat jalur gajah menuju pesisir laut hancur karena perambahan sawit. Ini mengacaukan pola hidup gajah,” katanya.

Maka tak jarang katanya, gajah akan mencari bahan baku untuk penggaraman dari abu sisa bakaran di pondok-pondok milik perambah. Lalu, terkesan seperti gajah merusak pondok perambah.

“Itu gajah mencari bahan mineral untuk penggaraman karena alaminya rusak maka pondok perambah atau pemukiman jadi sasaran,” beber dia.

Hal yang paling menyedihkan sambung dia, tatkala gajah seperti merusak pondok atau pemukiman masyarakat menganggapnya mengamuk padahal pondok, pemukiman itu merupakan lintasan gajah.

“Gajah seperti dianggap hama lalu diracun menggunakan sabun beraroma buah di dalam sabun diberi racun maka gajah banyak kami temukan mati,” keluhnya.

Selain diracun ditemukan pula gajah mati karena tetanus sebab perambah sering memasang jebakan paku di lintasan gajah.

“Kaki gajah tertusuk paku lalu tetanus dan mati. Kasus gajah diracun, tetanus beberapa kali ditemukan,” sebutnya.

Wilayah Bentang Seblat masuk dalam wilayah Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) koridor gajah seluas 80.987 hektare. Area ini merupakan jalur jelajah atau home range gajah Sumatera namun secara total kerusakan kawasan akibat perambahan sawit ilegal mencapai 40 ribu hektar.

Harapan Masih Ada

Di tengah tersudutnya gajah terakhir Bengkulu, kabar baik juga terdengar Kepala BKSDA Bengkulu, Himawan Sasongko dan kepala TNKS Haidir Asida, melaporkan beberapa bulan terakhir ditemukan tiga ekor gajah usia anak, dan dua gajah dewasa dalam satu kawanan di dalam TBKS.

“Ini informasi membahagiakan, artinya kalau ada gajah anakan berarti proses
Perkawinan alami masih bisa berlangsung dan ancaman kepunahan bisa dilawan dengan memperbaiki kawasan hutan,” ujar Himawan.

Wamen Kehutanan, Rohmat Marzuki, usai mendengar paparan menyatakan komitmen presiden tegas dalam menjaga dan melestarikan hutan, termasuk kawasan penting yang menjadi habitat Gajah Sumatera di Bentang Alam Seblat, Bengkulu.

“Koridor Seblat adalah rumah bagi Gajah Sumatera. Negara tidak akan membiarkan kawasan ini dirusak oleh aktivitas ilegal. Ini bukan hanya soal gajah, tapi tentang keberlanjutan ekosistem dan masa depan manusia,” ujar Wamenhut Rohmat Marzuki dalam rilis resmi yang dikirim ke kompas.com, Selasa (4/11/2025).

Wamenhut menyampaikan, upaya pengamanan kawasan hutan merupakan bagian dari pelaksanaan arahan Presiden Prabowo untuk memperkuat penegakan hukum lingkungan.

“Pemerintah serius menghentikan perusakan kawasan hutan serta menjaga fungsi ekologis Bentang Seblat,” tegas Wamenhut.

Selain langkah penegakan hukum, pemerintah menyiapkan rencana pemulihan ekosistem melalui kolaborasi dengan pemerintah daerah, perusahaan yang beroperasi sah di sekitar kawasan, serta lembaga konservasi dan masyarakat. Fokus utama kolaborasi ini mencakup, rehabilitasi area yang telah terbuka, penertiban akses masuk liar, dan penguatan sistem monitoring satwa kunci, khususnya Gajah Sumatera.

Upaya pemulihan akan dilakukan melalui penanaman kembali vegetasi alami, termasuk tanaman pakan gajah di sepanjang koridor, serta penanaman barrier tanaman yang tidak disukai gajah, seperti eucalyptus, di batas yang berdekatan dengan permukiman masyarakat.

Matahari makin meninggi sengatannya begitu panas tak ada pohon pelindung. Satu per satu para pejabat meninggalkan kawasan hutan yang luluh lantah itu, namun menagih janji pemulihan.

Sumber : Kompas.com

Editor : Usmin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.