Bengkulu-Ratusan warga dari lima desa di Kecamatan Putri Hijau dan Marga Sakti Sebelat, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, melakukan aksi blokade empat pintu masuk akses utama menuju perusahaan perkebunan sawit PT Agricinal. Aksi blokade ini sudah dilakukan masyarakat selama 40 hari, akibatnya aktivitas di perkebunan sawit menjadi terganggu.
Warga lima desa yang melakukan aksi blokade jalan akses keluar masuk ke PT Agricinak tersebut, yakni Desa Pasar Sebelat, Talang Arah, Suka Negara, Suka Medan dan Sukamerindu.
Ratusan warga itu menamakan diri Forum Masyarakat Bumi Pekal (FMBP). Aksi blokade berlangsung sejak 41 hari atau dimulai 6 November 2024. Tindakan blokade dipicu warga menuding PT Agricinal melakukan kegiatan perkebunan kelapa sawit ilegal atau tidak memiliki dokumen Hak Guna Usaha (HGU) terbaru tahun 2020.
“Ini adalah kekecewaan warga karena perusahaan tidak mampu membuktikan dokumen HGU asli perpanjangan 2020. Selama ini kami hanya diperlihatkan potocopy HGU saja,” ujar salah satu tokoh FMBP, Saukani, saat ditemui di lokasi blokade jalan utama PT. Agricinal, Minggu (15/12/2024).
Menurut Saukani, warga terpaksa melakukan blokade karena semua jalan telah ditempuh. Bahkan mengadukan keluhan ke pemerintah daerah, Badan Pertanahan Nasional (BPN) hingga kepolisian, namun mereka anggap tak membuahkan hasil. “Sampai saat ini perusahaan tak mampu memperlihatkan dokumen HGU terbaru,” sebutnya.
Warga menilai ketidakmampuan pemerintah menyelesaikan kemelut yang terjadi maka mereka putuskan aksi blokade “Kami sebenarnya membantu pemerintah terutama dalam keterbukaan dan transparansi perusahaan ke masyarakat,” lanjutnya.
Ia lanjutkan, bila perusahaan mampu menunjukkan dokumen HGU asli maka warga siap melindungi perusahaan karena warga diuntungkan dengan adanya perusahaan.
Menurut FMBP perusahaan hadir pertama kali tahun 1985 dengan HGU seluas 8.902 hektar lalu pada tahun 2020 perusahaan memperpanjang izin dengan mengenclave (mengeluarkan) lahan 1.800 hektare atau 20 persen luasan HGU. Saat ini HGU 2020 menjadi 6.269 hektare.
“Jadi kami mau tahu di mana saja lokasi luasan itu kalau ternyata lebih dari 6.269 ini merugikan negara. Kami mempertanyakan kemana luasan yang dikeluarkan itu jumlahnya sekitar 1.300 hektar, siapa pemiliknya,” jelas dia.
Peserta aksi blokade juga diikuti oleh kaum perempuan. Yunita peserta perempuan mengatakan aksi dilakukan 24 jam secara bergantian. “Kami bawa nasi sendiri. Kami berjuang sama-sama merebut hak ulayat kami. Inginnya kami perusahaan selesaikan masalah dengan masyarakat secara transparan. Kalau tanah diluar HGU kami mau minta tanah itu karena kami tidak ada lagi tempat bertani. Kami ingin tanah ulayat kami dikembalikan,” demikian Yunita.
Tanggapan Perusahaan
Sementara itu, Manajer Legal PT. Agricinal, Afriyadi membantah semua tuduhan menurutnya perusahaan memiliki HGU perpanjangan yang sah dan asli.
“Kami memiliki HGU sah dan asli. Selama ini memang HGU potocopy yang kami tunjukkan namun FMBP tidak percaya. Lalu kami ajak cek HGU asli kami di bank mereka tidak bersedia ikut, karena dokumen asli di perbankan,” tegasnya.
Afriyadi menjelaskan akibat blokade yang berlangsung selama 41 hari perusahaan dan 828 karyawan mengalami kerugian material dan imaterial.
“Kami tidak bisa menggaji karyawan karena 700 ton CPO kami tidak bisa dijual akibat blokade, para karyawan diintimidasi, anak-anak sekolah terganggu, petani mitra kami tidak bisa masuk menjual buah sawit ke pabrik kami,” ungkap Afriyadi.(FIR)