Catatan Petaka Konflik Warga Adat Serawai, Dituduh Curi Tanaman di Kebun Sendiri

oleh -79 Dilihat
Hasil panen sawit kebum masyarakat.(Foto-Istimewa)
Hasil panen sawit kebum masyarakat.(Foto-Istimewa)

ANTON, petani sawit anggota komunitas adat Serawai Semidang Sakti di Desa Pering Baru, Kecamatan Talo Kecil Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, mengaku dipukul petugas kemanan PT Perkebunan Nusantara VII Unit Talo-Pino, lalu diserahkan ke polisi, Minggu (9/2/2025).

Anton saat ini harus berurusan dengan polisi atas tuduhan tersebut. Sebelum Anton, kasus serupa berulang tak sedikit warga divonis penjara. Warga Adat Tanah Serawai bertahan pada landasan historis.

Sementara perusahaan bertahan pada Hak Guna Usaha (HGU). Lalu bagaimana sesungguhnya historis penguasaan wilayah adat serawai di kawasan konflik agraria tersebut? Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Bengkulu, Fahmi Arisandi, mengisahkan pada tahun 1800 di wilayah tersebut berdiri Talang Mapadit dirintis oleh 14 keluarga.

“Mereka bertanam padi, berladang diapit dua aliran sungai Peghing Kanan dan Kidau,” ujar Fahmi mengisahkan. Saat Talang Mapadit berlaku sistem adat Serawai termasuk hukumnya. Lalu pada 1980 tata hukum adat termasuk pemerintahan desa menyesuaikan pemerintahan desa.

Pemerintahan adat digantikan kepala desa. Tahun 1984 masuklah perkebunan kelapa sawit milik negara. Janjinya perkebunan tidak akan menggunakan tanah masyarakat namun hidup berdampingan. 1987 HGU PTPN terbit sebanyak 500 hektare tanah adat dan masyarakat diambil dengan janji plasma untuk masyarakat.

Tahun 2010 konflik pecah saat masyarakat meminta tanah yang diambil PTPN dikembalikan karena janji tidak sesuai. 2012 warga dan Badan Pertanahan Negara (BPN) melakukan ukur ulang HGU ditemukan 100 hektare lahan berlebih mencaplok tanah bersertifikat atau memiliki surat. 60 KK bersertifikat dan SKT.
Pada Juni 2024 PTPN memasang patok melarang larangan memanen sawit di manapun untuk warga meski itu di atas tanah warga sendiri karena itu dianggap melanggar hukum.

Pada 2018, seorang komunitas adat serawai ditembak petugas keamanan PTPN VII karena dianggap masuk HGU. Penegakkan hukum tidak jelas dalam perkara ini. Pada tahun 2013-2017 konflik mereda namun seperti api dalam sekam. Masyarakat tetap bercocok tanam di tanah saling klaim dengan PTPN VII.

Tidak ada tindaklanjut pemerintah atas kelebihan 100 hektar HGU PTPN VII hasil ukur ulang BPN. 2022 DPRD Seluma melahirkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 03 Tahun 2022 tentang Prosedur dan Mekanisme Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.

Lahirnya Perda tersebut menyusul Pemda Seluma mengakui Kelompok adat antara lain komunitas adat Serawai Napal Jungur, Serawai Pasar Seluma, Serawai Arang Sapat, Serawai Lubuak Lagan, serta Serawai Semidang Sakti Pring Baru.

Pada Februari 2025 Anton dipukul lalu dibawa ke Mapolres Seluma karena dituduh mencuri buah kelapa sawit perusahaan di atas tanah yang diklaim milik Anton. “Kami meminta PTPN VII hormati wilayah masyarakat adat apa yang menjadi hak mereka sudah pasti dipertahankan. Konstitusi melindungi mereka,” tegas Fahmi.

Reporter     : FIR

Editor          : Usmin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.