Bengkulu- Sejumlah nelayan tradisional di Kota Bengkulu, saat dilanda paceklik, karena sudah hampir satu bulan ini tidak bisa ke laut mencari ikan, menyusul cuaca ekstrem landa daerah ini.
“Sudah sebulan ini kami nelayan tradisional Kota Bengkulu, tidak ada pemasukan karena tidak bisa berangkat mencari ikan ke laut karena badai melanda Bengkulu,” kata Juaidi (43), seorang nelayan Pasar Baru, Kota Bengkulu,” di Bengkulu, Selasa (17/12/2024).
Ia mengatakan, akibat badai melanda Kota Bengkulu, sudah satu bulan ini, sebagian nelayan terpaksa beralih profesi menjadi buruh bangunan, mencari limbah batubara dan kerja serabutan lainnya demi dapar di rumah mengepul.
“Banyak nelayan Kota Bengkulu, kini beralih profesi menjadi buruh bangunan, mencari limbah batubara dan kerja serabutan untuk membeli beras. Ini terpaksa dilakukan karena untuk berangkat ke laut mencari ikan takut, karena gelombang tinggi akibat cuaca buruk melanda daerah ini,” kata Samsir (53), nelayan lainnya.
Persedian uang di rumah sudah habis untuk membali bahan pangan selama tidak melaut. Hampir satu bulan nelayan di Kota Bengkulu tidak berangkat melaut karena badai. “Jadi, terpaksa kerja apa saja. Yang penting dapat duit dapur bisa ngebul dan bisa biaya beli keperluannya,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Ermansyah (60), nelayan lainya. Ia mengaku sudah dua minggu ini terpaksa kerja mencari limbah batubara di sungai Bengkulu demi mendapatkan uang untuk beli beras dan kebutuhan rumah tangga lainnya.
Soalnya, di rumahnya sudah tidak ada lagi uang untuk membeli bahan kebutuhan pokok sehari-hari, karena sudah lama tidak bisa melaut, akibat badai melanda Kota Bengkulu dan sekitarnya.
“Saya takut Pak berangkat ke luat karena gelombang tinggi, sehingga khawatir kalau dipaksakan melaut tidak bisa pulang disapu gelombang besar,” tambah Asnan (40), nelayan Kota Bengkulu lain menambahkan.
Ia berharap cuaca ekstrem melanda Bengkulu segera berakhir dalam waktu dekat ini, sehingga nelayan bisa berangkat ke laut mencari ikan seperti biasa.
Pekerjaan yang dilakoni sekarang, tidak cocok karena bukan bidangnya, tapi karena tidak ada pilihan lain terpaksa juga dilakukan. Hasil mencari limbah batubara di sungai Bengkulu tidak menjadikan karena penghasilannya lebih kecil dari menangkap ikan di laut.
“Batubara yang kami kumpulkan dijual ke pengempul hanya Rp 8.000/karing berat 50 kg. Paling kuat dalam satu hari hanya bisa mengumpulkan batubara sebanyak 10 karung atau sebesar Rp 80.000,” ujarnya.
Meski hasil mencari batubara tidak menjajikan, tapi hal ini terpaksa dilakukan, karena disaat nelayan dilanda pacaklik akibat badai, tidak ada perhatian sama sekali dari pemerintah daerah.
“Jadi, kita terpaksa cari pekerjaan lain untuk menyambung hidup sampai badai tidak melanda Bengkulu lagi. Sebenarnya hal seperti hampir terjadi setiap akhir tahun, tapi cuaca buruk melanda Bengkulu kali lebih lama dari biasanya,” tambah Norman.
Wakil Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Bengkulu, Joni Ardiansyah dan sekretaris Hasanah membenarkan nelayan tradisional di daerah ini tengah dilanda pacaklik, akibat tidak bisa melaut karena cuaca buruk melanda Bengkulu.
“Kasihan kawan-kawan sudah satu bulan ini tidak mencari ikan ke laut karena badai. Sedangkaan persiapan di rumah sudah habis, sehingga mereka terpaksa mencari pekerjaan lain, seperti jadi kulih bangunan, cari limbah batubara dan pekerjaan lainnya untuk menyambung hidup keluarga selama badai masih belum redah,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah ada perhatian dari pemda dan dinsos setempat, Ardiansya dan nelayan lainnya mengaku sampai kini belum ada. “Sejauh ini belum aada perhitian pemda untuk nelayan kecil di Kota Bengkulu. Padahal mereka saat ini sangat membutuhkan bantuan pemda berupa sembako selama tidak bisa melaut,” ujarnya.
Ia mengaku pernah mendatangi BPBD Kota Bengkulu agar membantu sembako untuk nelayan selama nelayan tidak melaut akibat cuaca buruk. Namun jawaban dari pihak BPBD bukan bencana, sehingga pihak BPBD setempat tidak bisa menyalurkan bantuan kepada nelayan.
Padahal, kata Ardiansyah stok sembako di BPBD seperti beras sampai berkutu, mie sampai kadaluwarsa apa salahnya diberikan pada nelayan. Karena badai ekstrem merupakan bencana sosial dan harus ada empati pemerintah.
Untuk itu, dia mengharapkan Pemkot Bengkulu dan BPBD daerah ini bersimpatik pada nelayan tradisional dengan memberikan bantuan sembako, sehingga selama tidak bisa melaut karena cuaca buruk mereka tidak kesulitan mengatasi kebutuhan pangan keluarganya.
Reporter : Usmin
Editor : M Rareza Rebi Aldo