Bengkulu- Merujuk pada PP Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, maka untuk menjamin pemenuhan hak-hak reproduksi setiap orang diperoleh melalui pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk menjamin pemenuhan hak-hak reproduksi tersebut, dilakukan pelayanan kesehatan ibu melalui pelayanan pengaturan kehamilan, penggunaan kontrasepsi, dan kesehatan seksual.
Seiring dengan langkah tersebut, BKKBN Provinsi Bengkulu terus berupaya meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kespro. Pada 2023 tahun ini lembaga penyelenggara program kependudukan dan keluarga berencana itu menyasar sekolah-sekolah berbasis agama, di antaranya pondok pesantren untuk memberikan pengetahuan kesehatan bagi remaja pelajar.
Hal itu dilakukan dalam rangka mencegah pernikahan usia anak dan perilaku seks bebas,” kata Ketua Kelompok Kerja (Pokja) 8 BKKBN Bengkulu Zainin, di Bengkulu, Kamis (7/9/2023).
Ada tiga sekolah menjadi sasaran sosialisasi kespro, yakni Ponpes Darul Mustofa di Kabupaten Seluma, Ponpes Ihya’ul Quran dan Ponpes Darul Ulum di Kebupaten Bengkulu Tengah. Selain itu, sosialisasi kespro disampaikan juga kepada anak-anak binaan dari Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Kota Bengkulu.
Sosialisasi ini dilakukan untuk membangun generasi muda agar terhindar dari bahaya laten, yaitu nikah usia anak, seks bebas luar nikah, penyalahgunaan narkotika psikotropika dan zat adiktif, kata Zainin.
Ia menambahkan, sosialisasi kespro bagi remaja pelajar tersebut melibatkan seratus pelajar lebih. Sehingga dengan kampanye tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang pentingnya menjaga kesehatan reproduksi agar tumbuh menjadi generasi yang sehat dan mandiri serta berprestasi dan tumbuh sebagai penerus pembangunan bangsa, harapnya.
Jumlah peserta sosialisasi dari masing-masing sekolah bervariasi. Untuk ponpes mencapai 30-80 orang, LPKA sebanyak 30 orang. Sedangkan pesertanya berasal dari kelompok rentan yang perlu digandeng untuk mendapat pengetahuan kespro secara dini.
“Kesehatan reproduksi merupakan salah satu unsur mendasar dan terpenting dari kesehatan manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Pada dasarnya, setiap individu dan/atau pasangan memiliki hak untuk mendapatkan keturunan maupun tidak mendapatkan keturunan, hak untuk hamil maupun tidak hamil, hak untuk menentukan kapan ingin mempunyai anak serta jumlah anak yang diinginkan serta hak untuk mencapai standar kesehatan seksual dan reproduksi tertinggi.
Kesehatan reproduksi tidak lepas dari upaya pemenuhan hak-hak reproduksi dan semua isu terkait kesehatan reproduksi manusia yang sebagian sangat sensitif, seperti isu kesehatan seksual, IMS, HIV dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), kesehatan reproduksi remaja, dan kesehatan reproduksi pada kelompok berisiko dan kelompok marjinal, sebut Zainin.
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dalam sistem pemasyarakatan mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan reproduksi.
Pada saat memasuki Rutan/Lapas, Tahanan/WBP perlu mendapatkan penapisan kesehatan (skirining-in) yang bertujuan untuk mendapatkan data dasar status kesehatan Tahanan dan WBP serta deteksi dini penyakit dan faktor risiko kesehatan yang memerlukan tata laksana dan tindak lanjut selama masa penahanan/pembinaan.
Pemeriksaan kesehatan bagi Tahanan dan WBP baru dilaksanakan pada saat memasuki Rutan/Lapas hingga selama masa pengenalan lingkungan (mapenaling).(irs)