PERMEN DALGONA, GLOBALISASI MAKANAN MELALUI SERIAL

oleh -6 Dilihat

OLEH : Roma Kyo Kae Saniro (Dosen Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)

BEBERAPA tahun belakangan, serial Squid Game menjadi perbincangan di dunia maya karena tidak hanya menjadi sebuah serial dengan gaya permainan yang seakan ringan. Selain itu, serial ini pun secara visual disajikan dengan berbagai warna ceria dan penggunaan kostum dan hiasan anak-anak.

Namun, pada kenyataannya, serial ini bukan disajikan untuk anak-anak. Serial ini mengangkat hal yang sangat penting di dalamnya berupa isu besar, seperti kemiskinan, penjualan organ oleh kaum elite, moralitas, dan persaingan untuk mendapatkan uang dengan nominal besar yang tentunya berdampak pada kesehatan mental dan perilaku mereka.

Hal ini senada seperti yang diungkapkan oleh Kim dan Park bahwa Squid Game merupakan serial orisinal Netflix tentang permainan anak-anak yang diubah menjadi deathmatch (Kim dan Park,
2022).

Dengan kata lain, popularitas besar Squid Game menunjukkan sebuah gambaran kebutuhan penonton kontemporer akan hiburan hibrida saat menonton permainan (Kim dan Park, 2022).

Lebih jauh, popularitas tersebut menjadikan Geeling, dkk. untuk menggunakannya pada media pembelajaran. Geeling, dkk menggunakan film populer di kelas merupakan cara yang efektif
untuk memperkenalkan dan memotivasi pembelajaran yang lebih mendalam tentang konsep- konsep inti teori permainan (Geeling, dkk (2022).

Film Squid Game ini dengan menyediakan serangkaian skenario singkat dan panduan pengajaran yang dikembangkan secara lengkap bagi para instruktur yang dapat mereka pilih dan adaptasikan secara bebas sesuai kebutuhan khusus.

Melalui popularitas tersebut, sumber daya ini menyediakan ringkasan adegan, tautan ke klip, konsep-konsep kunci, dan pertanyaan penilaian. Lebih jauh, Geeling, dkk. menggunakan
materi ajar ini cocok untuk digunakan baik dalam mata kuliah tingkat prinsip, tempat teori permainan pertama kali diperkenalkan, maupun mata kuliah tingkat lanjut (Geeling, dkk. 2022).

Popularitas film ini juga menciptakan popularitas lainnya, seperti pada lagu, kostum, dan salah satunya adalah makanan yang digunakan. Makanan yang dimaksud pada pembahasan ini
adalah permen dalgona yang menjadi bagian scence di serial Squid Game season 1—3.

Pada scene tersebut terdapat tantangan yang harus diselesaikan dengan cara memotong permen dalgona sesuai dengan pola bentuk yang telah disediakan, yaitu payung, segitiga, dan lingkaran
dengan hanya menggunakan jarum.

Situasi dan kondisi tersebut mengharuskan para pemain  untuk lebih cerdas dan teliti agar permen dalgona tersebut tidak rusak atau patah. Jika hal tersebut terjadi, pemain akan dieliminasi.

Permen dalgona yang begitu khas pada beberapa scene tersebut menjadi populer kembali di Korea. Bahkan, di Indonesia, permen tersebut banyak dibuat melalui video tutorial yang beredar di Tiktok, Instagram, Facebook atau media sosial lainnya. Bahkan, permen ini diperjualbelikan oleh banyak orang.

Permen dalgona (permen dalgonaatau atau popgi atau honeycomb candy) merupakan jajanan tradisional Korea Selatan yang terbuat dari gula dan baking soda dengan bentuk pipih dan memiliki cetakan gambar di tengahnya.

Popularitas permen ini menjadi sebuah fenomena budaya yang berkembang secara global melalui film. Tentunya, hal tersebut menjadi sebuah dampak positif bagi kebudayaan Korea
Selatan.

Melalui popularitas tersebut, banyak pihak mengikuti popularitas yang ada atau bahkan banyak pihak yang Fear Of Missing Out (fomo). Di Indonesia, masyarakat tidak terbiasa dengan permen dalgona.

Namun, masyarakat Indonesia memiliki permen gula yang dikenal sebagai permen gulali. Permen dalgona dan permen gulali. Meskipun keduanya adalah permen gula, kedua permen tersebut memiliki beberapa persamaan dan perbedaan.

Persamaan utamanya adalah bahan baku keduanya berasal  dari gula yang dipanaskan hingga meleleh dan kemudian diberi bentuk tertentu. Namun, perbedaannya, dalgona diberi soda kue untuk memberikan tekstur berongga dan ringan, sementara gulali tradisional tidak selalu menggunakan bahan tambahan tersebut.

Permen gulali yang dikenal kini di Indonesia dikenal di dunia sebagai permen kapas yang berasal dari permen kapas yang muncul pada abad ke-19 oleh Dr. William Morrison dari Amerika. Morrison bekerja sama dengan pembuat permen, John C. Wharton melalui penemuan mesin yang memanaskan gula dalam mangkuk berputar dengan lobang kecil di dalamnya.

Penamaan permen kapas ini berbeda di setiap dunia, seperti di Inggis disebut sebagai Permen Benang, Tingkok sebagai Jenggot Papa, Belanda sebagai Laba-Laba Gula, Yunani disebut
Rambut Wanita Tua, Arab Saudi sebagai Benang Peri, dan Indonesia disebut gulali.

Pendapat lainnya mengungkapkan bahwa kemunculan gulali di Indonesia ditandai juga oleh kedatangan Belanda di Pulau Jawa dengan bersamaan munculnya pabrik-pabrik gula melalui
ribuan hektare lahan tebu.

Gula-gula tersebut secara dominan dikonsumsi oleh kalangan  Belanda dan sekutunya, sedangkan sisanya dinikmati oleh pribumi Jawa yang melawan (Fornews.com, 2021). Kembang gula yang dibentuk beragam dibuat oleh masyarakat Jawa dan akhirnya dinikmati pula oleh anak-anak Belanda yang akhirnya disebut sebagai gulali.

Gulali pada masa kini tidak hanya dianggap sebagai sebuah makanan anak-anak, tetapi dapat menjadi sebuah media mengingat kembali masa kecil bagi sebagian orang. Gulali Indonesia menjadi salah satu kuliner Indonesia yang terbuat dari bahan seadanya pada saat ini mulai terkikis dengan arus modernisasi yang membuatnya kalah saing dengan berbagai jenis permen
lainnya.

Fenomena permen dalgona dalam Squid Game membuktikan bahwa makanan bukan hanya sekadar konsumsi fisik, tetapi juga medium representasi budaya yang kuat. Melalui kekuatan media visual, makanan tradisional dapat melampaui batas geografis dan dikenali oleh masyarakat dunia.

Hal ini membuka peluang besar bagi kekayaan kuliner lokal untuk  diperkenalkan secara global, sekaligus menjadi tantangan bagi masyarakat untuk tetap menjaga dan melestarikan warisan budaya mereka sendiri. Di tengah derasnya arus globalisasi budaya, penting bagi kita untuk tidak hanya menjadi penonton atau pengikut tren semata, tetapi juga mampu merefleksikan nilai-nilai budaya lokal yang kita miliki.

Permen gulali, sebagai bagian dari kenangan kolektif masa kecil masyarakat Indonesia, seharusnya mendapatkan ruang yang sama untuk dikenang, dikembangkan, dan diperkenalkan kembali kepada generasi saat ini. Dengan demikian, globalisasi bukan menjadi ancaman, melainkan jembatan untuk memperkuat identitas budaya melalui apresiasi dan pertukaran yang sehat.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.