Bengkulu-Gutomo, Kepala Desa Gajah Makmur, Kecamatan Malin Deman, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, masih ingat beberapa tahun lalu, sebanyak 17 ekor gajah mendekati kampungnya membuat panik warganya.
Sebelumnya harimau sumatera juga melahap 20-an ekor sapi dan kambing warga desanya, dan desa tetangga, yakni Desa Lubuk Talang, dalam rentang waktu satu tahun. Kemudian, serangan beruang memasuki areal perkebunan milik warga desa yang mengancam keselamatan warganya. Kisah bencana juga ada, banjir begitu cepat terjadi bila turun hujan sebentar saja.
Terakhir, Gutomo, mengkhawatirkan krisis air bersih sudah dialami ratusan warganya kalau dua hari saja hujan tidak datang. “Sumur kami mudah kering, dua hari tidak hujan pasti kering. Kami krisis air, hanya memanfaatkan air sungai yang jaraknya jauh. Ini terjadi sejak ribuan hektare hutan dirambah orang luar,” jelas Gutomo.
Kampung Gutomo berbatasan dengan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, dan Hutan Produksi (HP) Air Rami. Dua kawasan hutan ini merupakan kantong gajah sumatera dan harimau sumatera.
“Jarak kawasan hutan dengan desa kami paling sekitar lima kilometer sangat dekat. Sementara sekarang kawasan hutan itu hancur dirambah sawit ilegal oleh orang luar, maka wajar harimau, gajah, beruang dan bencana alam melanda kami yang terdekat dengan kawasan hutan,” katanya.
Perambahan katanya terjadi secara kecil sejak tahun 2017, warga luar datang membuka hutan skala kecil. Lalu pada 2023 perambahan massif terjadi serentak menyerang kawasan hutan terutama ketika jalan aspal sudah dibangun.
Ia tak mengira jalan aspal yang sampai ke desanya tahun 2023 ternyata mempermudah ratusan perambah menggunduli hutan menjadi kebun sawit ilegal di sekitar kampungnya. “Memang sebelum jalan aspal ada, perambahan sudah ada dilakukan orang luar jumlahnya sedikit. Paling dua hektare, tidak seperti sekarang sudah mencapai ribuan hektare,” ungkap Gutomo ditemui di kediamannya, Selasa (5/11/2025).
Sejak ribuan hektare hutan hancur, intensitas hujan di kampungnya juga ikut berkurang. “Kalau dahulu hutan masih bagus, hujan hampir setiap hari, kondisi desa sejuk. Sekarang panas seperti kemarau berkepanjangan,” keluhnya.
Saat ini, di desanya banyak dilalui oleh orang asing yang tidak ia kenali menuju kawasan hutan untuk merambah. “Banyak orang-orang asing wajahnya tidak kami kenal masuk ke kawasan itu lalu merambah hutan,” jelasnya.

Manusia dan Satwa Terdampak
Kerusakan hutan parah yang dirambah menjadi kebun sawit ilegal menjadi musuh warga. Manusia dan satwa seperti gajah, harimau, beruang, juga merasakan dampak. Kawasan TNKS, HP Air Ipuh I dan II, dan HPT Lebong Kandis, HP Air Dikit, HP Air Teramang, HP Air Rami, Sebelat, seluas 144.880 hektare merupakan kantong habitat gajah sumatera.
Namun, kondisi paling pilu terjadi kerusakan di HPT Lebong Kandis, Hutan Produksi (HP) Air Rami, HPT Air Ipuh II, HP Air Teramang, HP Air Ipuh I. Hutan babak belur, jalur gajah rusak, koloni terpisah mengakibatkan proses perkawinan alami gajah terganggu. Ancamannya punahnya gajah sumatera di Bentang Sebelat, Bengkulu.
Wilayah Bentang Seblat masuk dalam wilayah Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) koridor gajah seluas 80.987 hektare. Area ini merupakan jalur jelajah atau home range gajah Sumatera, namun secara total kerusakan kawasan akibat perambahan sawit ilegal mencapai 40 ribu hektare.
Kesimpulan akhir, gajah sumatera di Bentang Sebelat hanya tersisa 25 ekor. Saat ini di Bentang Sebelat teridentifikasi 25 ekor gajah, 10 ekor gajah jinak di Taman Wisata Alam (TWA) Sebelat, lima ekor gajah liar di HP Air Teramang, HPT Air Ipuh II dan HPT Air Ipuh I atau dikonsesi PT. Bentara Arga Timber (BAT). Kemudian di HPT Lebong Kandis dan HP Air Rami atau dalam konsesi PT. Anugerah Pratama Inspirasi (API) terdapat enam ekor gajah liar, dan empat ekor gajah jantan liar.
“Total tersisa 25 ekor. Yang berada dalam dua koloni terpisah antara HP Air Ipuh II dan HP Air Rami terputus karena perambahan,” kata Wamen Kehutanan, Rohmat Marzuki dalam kunjungannya ke lokasi hutan yang rusak di Bengkulu, Selasa (4/11/2025).
Ribuan hektare hutan gundul berubah menjadi kebun-kebun sawit ilegal. Saat ini tidak saja satwa liar terancam punah, manusia, ribuan warga tepian hutan ikut merasakan dampak nyata.
Reporter : FIR
Editor : Usmin









