Bengkulu-Kota Bengkulu dikenal keberhasilannya dalam penanganan kasus stunting dan gizi buruk. Berdasarkan hasil studi status gizi Indonesia (SSGI) 2022 mampu menekan prevalensi hingga 12,9 persen yang jauh menukik dari 22,2 persen.
Ironisnya, masih terdapat warga di Kota Bengkulu lahir dengan dugaan status gizi buruk dan stunting. Hal itu dialami keluarga di Jalan Selatan 3 RT 25 RW 01 Kelurahan Kandang, Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu.
Bayi yang bernama Achmad Syamsir Azzam anak pertama dari pasangan Wahyudin Saputra (13) tahun dan Sapira Ayu Dekri (13) lahir pada 29-Januari-2023. Bayi baru berumur tiga bulan lebih itu lahir dengan berat badan 1.700 gram dengan panjang badan hanya 44 cm. Kondisi tersebut jauh dari ideal bayi lahir sehat alias normal.
Salah seorang keluarga orang tua bayi, Marwan Suparsi (45), kepada wartawan menyampaikan, Achmad Syamsir Azzam, salah satu warga Kota Bengkulu lahir dari keluarga serba kekurangan baik ekonomi maupun mental.
Kedua orangtua dari bayi yang berpotensi stunting tersebut mengalami cacat mental.Yang tengah mengenyam pendidikan di salah satu sekolah khusus bagi anak cacat mental di Kota Bengkulu.
“Azzam, lahir mendapat pertolongan di salah satu rumah sakit swasta di Kota Bengkulu, kondisi kesehatan kurang ideal dengan berat dan panjang badan rendah. Dengan kondisi tersebut Azzam ditangani pihak fasilitas kesehatan secara tidak maksimal, setelah sehari, bayi kekurangan gizi itu dipulangkan akibat kekurang biaya,” kata Marwan Suparsi kepada wartawan melalui celuler di Bengkulu, Rabu, (17/5/2023).
Ia menyayangkan terhadap kasus yang menimpa keluarga kurang mampu itu. Baik terhadap pihak sekolah yang terkesan tutup mata atas kedua siswanya yang baru belia mengalami pernikahan usia anak. Tak hanya itu kekecewaan juga dirasakannya pada pihak rumah sakit yang telah pulangkan korban ke rumah yang disebabkan tidak memiliki biaya perawatan kesehatan, ujar Marwan.
Saat ini, kesehatan bayi Azzam belum membaik dari kondisi awal dengan kekurangan gizi dan cukup memprihatinkan. “Kami hanya menunggu empati dari Pemerintah Kota Bengkulu, yang telah menggaungkan program penanganan dan pencegahan stunting dan gizi buruk untuk mengulurkan kepedulian terhadap keluarga yang membutuhkan, harap Marwan.
Secara terpisah, Koordinator Program Manager (KPM) Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penurunan Stunting (P2S) Provinsi Bengkulu, Yusran Fauzi mengatakan, gizi buruk belum tentu stunting. Standar stunting itu dengan panjang badan yang berdasarkan umur. “Bayi dengan umur 3 bulan itu normalnya panjang badan 48 cm dengan berat badan 2.500 gram, katanya
Memperhatikan kondisi bayi dengan berat 1.700 gram dan panjang 44 cm itu pastikan stunting, karena jika dibawah itu dikategorikan BBLR atau berat badan lahir rendah,”ujar Yusran di Bengkulu.
Terhadap hal yang terjadi pada bayi Azzam, ia menyebutkan bahwa peristiwa itu merupakan masalah serius bagi pengambil kebijakan setempat. Nah, hal itu perlu penanganan dari tim para pelaku penggiat stunting sangat berkepentingan. Sehingga dapat dilakukan interfensi sensitif dan spesifik.
“Bayi tersebut perlu mendapat interfensi spesifik dari pihak dinak teknis seperti dinas kesehatan untuk memberikan bantuan makan tambahan,” imbuh Yusran.(irs)